Tampilkan postingan dengan label tata masyarakat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tata masyarakat. Tampilkan semua postingan

KEHIDUPAN MASYARAKAT MAJAPAHIT

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu - Jawa, tata-masyarakatnya berdasarkan Hinduisme, ciri khusus pentrapan konsep Hinduisme ialah adanya pembagian anggota masyarakat ke dalam empat golongan yang disebut warna (kasta -Bali-), yaitu : brahmana, ksatriya, waisya dan sudra. Pola kehidupan masyarakat Majapahit ini disebutkan dalam Negarakretagama (sumber sejarah Majapahit yang sahih) pupuh LXXXI yang petikannya adalah sebagai berikut : "Itulah sebabnya sang caturdwija memperhatikan laku utama, (caturdwija adalah empat golongan pendeta) Para pendeta dari empat aliran agama mengindahkan tutur. Para anggota caturasrama, terutama caturbasma, melakukan tapa dan mematuhi tata-tertib, taat menjalankan upacara. Semua anggota empat teguh memenuhi kewajibannya masing-masing. Para menteri dan para arya menjalankan tugas pemerintahan dengan baik; golongan ksatriya, baik priya maupun wanita, semuanya berhati teguh,bertindak sopan. Golongan waisya dan sudra melakukan kewajibannya masing-masing ...... Demikian pula tiga golongan yang terbawah yakni : Candala, Mleccha dan Tuccha."


Konsep tata-masyarakat di atas sesuai dengan ajaran kitab undang-undangnya (Kutaramanawa) yang berbunyi demikian : Demi kebaikan dunia, Brahman melahirkan golongan brahmana dari mulutnya, golongan ksatriya dari lengannya, golongan waisya dari pahanya dan golongan sudra dari kakinya. Untuk melindungi dunia ini Brahman yang cemerlang menetapkan bidang-bidang kerja mereka itu masing-masing. Segenap bangsa di dunia ini, yang tidak termasuk golongan brahmana, ksatriya, waisya dan sudra disebut Dasyu, tidak pandang bahasa yang mereka ucapkan, apakah bahasa golongan mleccha ataukah golongan arya.


CATURASRAMA

Negarakertagama dalam pupuh LXXXI menyebutkan caturasrama yakni empat taraf kehidupan bagi tiga golongan warna, setelah menerima pelantikan sebagai anggota masyarakat. Pada hakekatnya caturasrama lebih banyak membayangkan kehidupan yang ideal daripada kenyataan hidup dalam masyarakat, karena hanya sebagian kecil saja dari anggota masyarakat yang pernah memenuhi seruan itu ; dimaksudkan sebagai usaha untuk menyatukan pengajian weda, kehidupan dalam keluarga dan kehidupan sebagai pendeta. Sepanjang sejarah Jawa Timur hanya raja Airlangga dari Kahuripan dan Wikramawardhana dari Majapahit yang pernah memenuhi caturasrama ini.