Fakta keempat yang dipergunakan oleh Herman Sinung Janutama untuk memperkuat argumentasinya adalah :
 
    
4.  Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini karena  Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang  sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin  layaknya ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang muslimah,  keturunan dari penguasa Sriwijaya. Meskipun bergelar Kertarajasa  Jayawardhana yang sangat bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa  Sanskerta, tetapi bukan  lantas menjadi justifikasi bahwa beliau adalah  seorang penganut Hindu. Bahasa Sanskerta  di masa lalu lazim digunakan  untuk memberi penghormatan yang tinggi kepada seseorang, apalagi seorang  raja. Gelar seperti inipun hingga saat ini masih digunakan oleh para  raja muslim Jawa, seperti Hamengku Buwono dan Paku Alam Yogyakarta serta  Paku Buwono di Solo.
Sangkalan pertama ditulis oleh Adang Setiawan, sebagai berikut  :
Saya  sungguh tidak tahu atas dasar apa ada pendapat yang menyatakan bahwa  pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim dan Prabu Guru  Dharmasiksa adalah seorang ulama Islam. Hingga kini, saya belum  menemukan sumber otentik, bahkan cerita rakyat sekalipun yang menyatakan  Raden Wijaya serta Prabu Guru Dharmasiksa adalah seseorang yang  menganut agama Islam.
Sumber tulisan adalah di sini
Untuk mementahkan fakta yang  diungkap oleh Herman Sinung Janutama tersebut di atas, baiklah kita  tinjau fakta sejarah yang berupa Prasasti atau Piagam Kertarajasa Jayawardhana yang ketiga bertarikh 1305,  prasasti ini dikeluarkan oleh Raja Kertarajasa Jayawardhana (Raden Wijaya) sendiri  untuk memperingati pemberian otonomi kepada Candi Sri Harsawijaya,  pernah diterbitkan oleh Prof. Purbatjaraka dalam T.B.G LXXVI, 1936, hal.  373-390. Dalam piagam ini dinyatakan dengan jelas bahwa Sanggramawijaya (nama asli Raden Wijaya) mendirikan DINASTI RAJASA seperti nyata pada kalimat "Maharaja Sanggramawijaya Rajasa wangsa maniwrenda kostena ranangga surawira". Sanggramawijaya selaku pendiri kerajaan Majapahit, dalam beberapa prasasti selalu mengemukakan bahwa kerajaan Majapahit adalah kelanjutan dari kerajaan Singasari, dan raja Majapahit adalah keturunan raja-raja Singasari.
Lebih jauh lagi, setelah menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit, beliau (Raden Wijaya) mengambil nama abhiseka (gelar) KERTARAJASA JAYAWARDHANA  yang di dalam prasasti tahun 1305 bagian II dijelaskan arti dari nama  gelaran tersebut yang terdiri dari 10 suku kata dan dapat dipecah  menjadi empat kata yaitu kerta, rajasa, jaya  dan wardhana yang artinya adalah : unsur kerta  mengandung arti bahwa baginda memperbaiki pulau Jawa dari kekacauan  yang ditimbulkan oleh penjahat-penjahat dan menciptakan kesejahteraan  bagi rakyat, oleh karenanya beliau bagi rakyat Majapahit waktu itu sama  dengan matahari yang menerangi bumi. Unsur rajasa  mengandung arti bahwa baginda berjaya mengubah suasana gelap menjadi  suasana terang-benderang akibat kemenangan beliau terhadap musuh, dengan  kata lain beliau adalah penggempur musuh. Unsur jaya mengandung arti bahwa baginda mempunyai lambang kemenangan berupa senjata tombak berujung mata-tiga (trisula-muka), karena senjata tersebut maka segenap musuh hancur lebur. Perlu diketahui dan dicatat bahwa senjata Trisula adalah senjata Dewa Siwa, dengan demikian dapatlah diambil kesimpulan bahwa Sanggramawijaya (Raden Wijaya) adalah seorang pemeluk agama Siwa yang taat. Selanjutnya unsur wardhana mengandung arti bahwa baginda menghidupkan segala agama, melipatgandakan hasil bumi, terutama padi demi kesejahteraan rakyat.
Demikianlah  keterangan nama abhiseka Kertarajasa Jayawardhana menurut isi prasasti  tahun 1305 yang dikeluarkan secara resmi atas perintah baginda (Wijaya) sendiri.
Selanjutnya dalam Piagam Kudadu menyebutkan pengakuan pribadi bahwa Nararya Sanggramawijaya (Raden Wijaya) sendiri adalah keturunan Singasari, putera Dyah Lembu Tal, cucu Narasingamurti dan menantu raja Kertanegara, oleh karenanya secara resmi rajakula Majapahit yang dikepalainya bernama Rajasa-wangsa seperti yang tercantum pada piagam 1305 tersebut di atas.
Terakhir,  Nagarakretagama (yang merupakan sumber sahih tentang kerajaan Majapahit) didalam pupuh XLVII/3 memberitakan bahwa raja Kertarajasa mangkat pada tahun saka 1231 (1309 M), jenzah beliau ditanam di Antahpura yakni di Istana Majapahit. Di Simping ditegakkan arca Siwa  (Harihara) untuk  beliau. Oleh karenanya pengamatan kita sekarang berlanjut ke Candi  Simping di Desa Sumberjati, Blitar. Fakta di lapangan yang kita dapati  adalah reruntuhan sebuah candi yang bernuansa Hindu dan sama sekali tidak diketemukan jejak-jejak agama Islam di sana. Perhatikan foto-foto atau gambar di bawah ini.
Foto Candi Simping 01
 Foto Candi Simping 02
 Foto Lingga Yoni di Candi Simping yang jelas-jelas menunjukkan lambang Dewa Siwa
 Arca Mekala pada Candi Simping
 Arca pendewaan Raden Wjaya yang dikenal dengan Harihara
Dari  bukti-bukti atau fakta-fakta sejarah yang masih dapat kita jumpai  hingga kini, jelaslah kepada kita semua bahwa Sanggramawijaya atau yang  terkenal dengan sebutan Raden Wijaya adalah seorang pemeluk agama Siwa  yang taat, terbukti dari mulai senjata yang dimilikinya, Candi makamnya  hingga arca perwujudannya semuanya bernuansa Hindu-Siwa.
Oleh  karenanya dalam hal ini penulis beranggapan bahwa mereka-mereka yang  mengajarkan dan menyebarkan keyakinan bahwa Sanggramawijaya (Raden Wijaya) adalah  pemeluk agama Islam, sebenarnya sedang mencari legitimasi keberadaan  mereka beserta kelompoknya, legitimasi mana dilakukan secara  membabi-buta dengan mengesampingkan fakta-fakta sejarah yang jelas-jelas  memiliki dasar baik berupa piagam atau prasasti, maupun berupa  kitab-kitab atau kidung-kidung turun-temurun. Dengan kata lain dapat  dikatakan bahwa mereka secara jelas, terbuka dan terang-terangan telah  mengaburkan fakta-fakta sejarah yang mana perbuatan ini dapat  digolongkan kepada tindakan pembohongan publik dan seharusnya memiliki tanggung-jawab dalam hukum pidana. 
MAJAPAHIT BUKAN KESULTANAN ISLAM (4)
9 Out Of 10 Based On 10 Ratings. 9 User Reviews.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori MAJAPAHIT
 dengan judul MAJAPAHIT BUKAN KESULTANAN ISLAM (4). Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://bunga911.blogspot.com/2011/05/majapahit-bukan-kesultanan-islam-4.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: 
Unknown - Senin, 09 Mei 2011












 
 
 
 
 
 
 
 


Belum ada komentar untuk "MAJAPAHIT BUKAN KESULTANAN ISLAM (4)"
Posting Komentar
Tuliskan komentar anda yang sesuai dengan isi artikel di atas demi persahabatan sesama anak bangsa, namun jangan sekali-kali melakukan spam atau menempatkan link aktif pada komentar anda. Terima kasih.